Penulis: Sulistiarini, S.Si (Perencana Ahli Muda/Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung)
———
Beberapa dekade terakhir, kemajuan teknologi sangat berkembang pesat. Salah satunya teknologi AI yang seringkali digadang–gadang berpotensi untuk menggantikan pekerjaan manusia.
Berdasarkan data laporan dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum (WEF) yang dilaksanakan di Davos, Swiss pada tanggal 23 Mei 2022, bahwa setidaknya 23 persen pekerjaan di dunia terdisrupsi oleh adanya perkembangan kecerdasan buatan, atau Artificial Intelligent (AI).
WEF dalam laporannya yang bertajuk “Future of Jobs” menyimpulkan, bahwa sebanyak 83 juta pekerjaan di dunia akan hilang, dan hanya 69 juta pekerjaan baru akan muncul, sehingga diprediksi pada beberapa tahun yang akan datang setidaknya sekitar 14 juta profesi di dunia akan berkurang.
Demikian juga halnya pernyataan dari Bapak Joko Widodo yang saat itu masih menjabat sebagai Presiden RI pada pembukaan Kongres ISEI, dan Seminar Nasional 2024 pada tanggal 19 September 2024, di Surakarta.
Beliau mengatakan, bahwa diprediksi sekitar 85 juta pekerjaan akan hilang pada tahun 2025 akibat dari peningkatan otomasi. Bila hal tersebut benar–benar terjadi, maka teknologi AI memang benar berpotensi untuk menggantikan pekerjaan manusia.
Teknologi AI sendiri sebenarnya diibaratkan seperti dua sisi mata uang koin, di mana terdapat sisi negatif, maupun sisi positif. Apabila kita sikapi dengan bijaksana, maka akan ada banyak potensi positif yang bisa kita gali dari teknologi ini.
Teknologi AI tidak serta merta menggantikan pekerjaan manusia, apabila diimbangi dengan kapasitas, dan kualitas SDM yang mumpuni, maka kita dapat mengelola, dan memanfaatkan teknologi AI secara efektif dan efisien. Salah satu contoh sisi positif dari penggunaan teknologi AI ini, yaitu dalam manajemen (pengelolaan) sumber daya manusia.
Berdasarkan hasil penelitian dari Decision Analytics Journal yang terbit pada tahun 2023 dengan judul “A study of Artificial Intelligence impacts on Human Resource Digitalization in Industry 4.0” oleh Umasankar Murugesan dkk, disimpulkan bahwa teknologi AI berdampak positif terhadap digitalisasi manajemen SDM, terutama dalam meningkatkan efisiensi, akurasi, dan adaptabilitas organisasi dalam suatu perusahaan.
Selain itu, AI dapat menjadi suatu alat bantu dalam meningkatkan kesehatan, dan keselamatan kerja karyawan melalui pemanfaatan kecanggihan teknologi ini dalam membantu mendeteksi kebiasaan, maupun perilaku karyawan.
Secara umum AI sendiri sebenarnya masih banyak kekurangan, dan tetap belum bisa menggantikan peran pekerja dikarenakan teknologi ini tidak dapat menggantikan peran interaksi, atau hubungan antar manusia. Teknologi AI tidak memiliki sifat–sifat yang dimiliki manusia, seperti empati maupun sifat manusia lainnya.
Selain itu, teknologi AI juga masih memiliki kelemahan dalam hal privasi data, dan bias algoritma, sehingga lebih tepatnya AI hanya sebagai alat bantu bagi manajemen SDM dalam mengambil keputusan strategis. Penjelasan dari jurnal tersebut menggambarkan contoh teknologi AI sebenarnya tidak dapat menggantikan peran pekerja.
Teknologi AI dapat dianggap sebagai alat bantu (tools) dengan memanfaatkan kecanggihannya diantara kelemahannya. Mengelola dan memanfaatkan AI sebagai salah satu teknologi yang memudahkan manusia tentu saja harus diimbangi dengan kualitas, dan kapasitas SDM yang mumpuni.
SDM yang berkualitas harus benar–benar dipersiapkan dengan matang, apalagi Indonesia akan mengalami puncak bonus demografi pada tahun 2030–2045, di mana jumlah penduduk usia produktif (15–64 tahun) akan lebih dominan daripada penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).
Bonus demografi tentu saja harus dihadapi dengan cara mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul, dan berkompeten di tengah–tengah kemajuan pesat teknologi AI, dalam hal ini faktor pendidikan yang menjadi hal terpenting yang harus terus ditingkatkan, termasuk di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kapasitas dan kualitas SDM yang dihasilkan dapat dilihat dari aspek Indeks Pembangunan Manusia yang dicapai. Berdasarkan pemaparan kegiatan Forum Konsultasi Publik tanggal 17 Februari 2025, pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2026, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tergolong tinggi, yaitu sebesar 74,55 pada tahun 2024, namun sektor pembangunan manusia masih menjadi salah satu tantangan utama pada perencanaan pembangunan pada tahun–tahun mendatang.
Kesenjangan kualitas pendidikan, dan kurangnya keterampilan yang mumpuni dalam memasuki pasar kerja harus segera diatasi, dan ini tentu saja menjadi PR besar bagi kita bersama.
Bagaimana kita dapat menghasilkan sumber daya manusia yang andal di tengah gempuran pesatnya kecerdasan buatan? Tanpa sumber daya manusia yang unggul, teknologi AI akan benar–benar menggantikan peran manusia.