EduOpini

Strategi Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

×

Strategi Meningkatkan Kemandirian Ekonomi Masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Sebarkan artikel ini
Penulis: Sulistiarini, S.Si/ (Perencana Ahli Muda/Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Bangka Belitung)

 

Kemandirian ekonomi masyarakat merupakan salah satu impian semua wilayah. Masyarakat dapat mengelola, dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya secara optimal guna memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri, tanpa ketergantungan berlebihan pada pihak luar, termasuk di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, sebagai salah satu provinsi yang sebenarnya memiliki kekayaan alam yang cukup melimpah.

Belum lagi produk olahan hasil laut dari berbagai UMKM yang dikelola masyarakat. Potensi wisata yang ada di Kepulauan Bangka Belitung juga tidak kalah menjual dibandingkan dengan daerah lain. Pulau Bangka dan Pulau Belitung terkenal dengan ciri khas keindahan pantai yang penuh dengan bebatuan, dan pasir putih, serta pulau–pulau kecil (Gusung) di sekitar Pulau Bangka, dan Pulau Belitung yang masih banyak ditemui.

Dengan dianugerahi kekayaan alam yang melimpah seharusnya masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah lama mengalami kemandirian ekonomi. Namun, pada kenyataannya hal tersebut masih sulit terealisasi hingga saat ini.

Kemandirian ekonomi mencerminkan beberapa hal, diantaranya kapasitas masyarakat untuk memproduksi barang dan jasa sendiri; kemampuan mengelola usaha, dan keuangan, termasuk pengambilan keputusan ekonomi yang berdampak langsung pada kesejahteraan mereka; pemanfaatan potensi lokal, seperti sumber daya alam, keterampilan, dan modal sosial; serta kemandirian dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, dan papan.

Berbagai faktor menjadi penentu tingkat kemandirian ekonomi masyarakat dalam satu wilayah. Faktor tersebut cukup beragam, karena mencakup aspek sumber daya, kapasitas, dan lingkungan sosial. Beberapa yang hal yang menjadi faktor utama yaitu ketersediaan, dan pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan; kapasitas, dan kualitas Sumber Daya Manusia yang mumpuni; kemampuan masyarakat dalam mengakses modal menentukan seberapa jauh mereka mengembangkan usaha; tingkat pendidikan dan pelatihan keterampilan; ketersediaan infrastruktur ekonomi (seperti jalan, pasar, listrik, jaringan internet dll); dukungan kelembagaan dan kebijakan (dalam hal ini peran Pemerintah sangat dibutuhkan); modal sosial (kepercayaan, solidaritas, gotong royong, dan jaringan sosial mendorong kolaborasi ekonomi masyarakat); akses terhadap informasi dan teknologi (informasi pasar, harga, dan teknologi produksi, serta digitalisasi membantu masyarakat mengambil keputusan ekonomi yang lebih baik; serta yang terakhir yang paling penting yaitu budaya dan pola pikir yang mencakup mentalitas mandiri, inovatif, tidak bergantung, dan terbuka terhadap perubahan mendorong masyarakat untuk terus berkembang secara ekonomi dan budaya malas atau pasrah bisa menjadi hambatan besar.

Berbagai faktor tersebut seharusnya telah dimiliki oleh masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Selama ini wilayah Kepulauan Bangka Belitung memiliki sumber daya alam yang berupa pertambangan timah, pasir, serta kekayaan alam hayati lainnya seperti ikan, udang, cumi segar yang merupakan hasil tangkapan laut.

Berdasarkan data Statistik Ekspor Impor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2024, pada Tahun 2023 neraca perdagangan luar negeri (internasional) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung surplus US$2,02 miliar. Ekspor pada tahun 2023 mencapai US$2,03 miliar jauh lebih besar dibandingkan nilai impor yang hanya US$19,53 juta. Tingginya ekspor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dikarenakan masih dominannya ekspor komoditas timah yang selanjutnya diikuti oleh komoditas non timah seperti lada, minyak kelapa sawit (CPO), karet serta hasil perikanan. Baik ekspor timah maupun ekspor non timah, persentase nilai ekspor barang yang pengirimannya langsung melalui pelabuhan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung, lebih besar dibandingkan melalui pelabuhan selain di wilayah Kepulauan Bangka Belitung. Persentase ekspor timah melalui pelabuhan di wilayah Kepulauan Bangka Belitung adalah sebesar 98,71 persen, sedangkan persentase ekspor timah melalui pelabuhan luar wilayah Kepulauan Bangka Belitung adalah sebesar 1,29 persen.

Belum lagi produk olahan hasil laut dari berbagai UMKM yang dikelola masyarakat. Berdasarkan data UMKM yang dikeluarkan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun 2021 terdapat sebanyak 97.484 unit UMKM dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 145.841 orang. Kelas usaha UMKM ini didominasi skala mikro sebesar 93,7 persen, skala kecil sebesar 4 persen, dan skala menengah sebesar 2,3 persen. UMKM tersebar pada berbagai sektor usaha seperti sektor perdagangan (36,6 persen), pertanian (16,6 persen), industry (11,1 persen), pertambangan (8,1 persen), akomodasi (7,8 persen) serta jasa lainnya (17,1 persen)

Potensi wisata yang ada di Kepulauan Bangka Belitung juga tidak kalah menjual dibandingkan dengan daerah lain. Pulau Bangka dan Pulau Belitung terkenal dengan ciri khas keindahan pantai yang penuh dengan bebatuan dan pasir putih serta pulau–pulau kecil (Gusung) di sekitar Pulau Bangka dan Pulau Belitung yang masih banyak ditemui.

Data pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung oleh Badan Pusat Statistik yang dirilis pada tanggal 2 Desember 2024 menggambarkan data jumlah kunjungan tamu hotel bintang ke Provinsi Kepulauan Bangka Belitung s.d oktober 2024 sebesar 42.443 orang, tingkat hunian kamar hotel bintang sebesar 34,79 persen dan rata–rata lama menginap tamu hotel berbintang selama 1,80 malam.

Dengan dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, serta spot wisata yang menjual, seharusnya masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah lama mengalami kemandirian ekonomi. Namun pada kenyataannya hal tersebut masih sulit untuk direalisasi hingga saat ini.

Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam mewujudkan kemandirian ekonomi bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh teori pemberdayaan (Empowerment theory), masyarakat Bangka Belitung dapat tumbuh dari proses pembelajaran, dan kesadaran kritis masyarakat terhadap potensinya sendiri.

Masyarakat telah berupaya untuk mengelola kekayaan alam yang ada menjadi produk–produk yang memiliki nilai jual. Namun, sebagai masyarakat yang hidup dan tumbuh di wilayah pertambangan timah, mindset (pola pikir) masyarakat belum sepenuhnya mendukung untuk mewujudkan kemandirian tersebut.

Masyarakat mudah untuk mengeksploitasi timah yang ada kemudian langsung dijual, sehingga terdapat kecenderungan untuk mendapatkan uang secara cepat dalam nominal yang besar. Apabila pola pikir masyarakat sudah terbentuk untuk mewujudkan kemandirian seharusnya hasil yang didapatkan dapat menjadi modal untuk melakukan usaha non pertambangan yang lain.

Namun, kenyataan yang ada, pola hidup yang konsumtif dan kesadaran untuk menabung dan berinvestasi masih rendah sehingga tingkat ketergantungan terhadap hasil pertambangan timah masih tinggi.

Dilihat dari sisi ketergantungan terhadap daerah lain. Berdasarkan Teori Ketergantungan (Dependency theory), kemandirian ekonomi dipandang sebagai upaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan struktural terhadap kekuatan ekonomi luar. Tidak dapat dipungkiri, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung memang masih bergantung pada daerah lain untuk beberapa sektor, seperti ketersediaan sembako dan hasil pertanian yang dalam perkembangannya belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat Bangka Belitung.

Namun, perlahan masyarakat sudah mulai untuk mengembangkan dan membudidayakan beberapa komoditi pertanian seperti padi, bawang merah, cabai, sayuran dan komoditi lainnya walaupun produk yang dihasilkan masih terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan seluruh penduduk.

Sisi ketergantungan ini mau tidak mau dihadapi dengan solusi mengimpor komoditi tersebut dari daerah lain, namun disisi lain masyarakat dapat mengekspor komoditi pertambangan, perkebunan dan hasil perikanan ke daerah lain.

Peran Pemerintah sebagai fasilitator, regulator, dan pemberi dukungan untuk kemandirian ekonomi masyarakat juga telah dilaksanakan dan semakin ditingkatkan. Peran utama Pemerintah diantaranya dalam bentuk regulasi dan kemudahan perizinan bagi UMKM, fasilitasi akses modal bagi masyarakat melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), Program Dana Desa dan Hibah untuk usaha mikro dan koperasi.

Selain itu ketersediaan infrastruktur yang memadai juga terus ditingkatkan dalam bentuk penyediaan infrastruktur jalan dan jembatan untuk memudahkan akses, menyediakan jaringan listrik, dan akses internet yang memadai untuk memudahkan digitalisasi pemasaran produk UMKM.

Tidak mustahil sebenarnya bagi masyarakat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk dapat mencapai kemandirian ekonomi asalkan kolaborasi usaha dari masyarakat, dan Pemerintah terus ditingkatkan. Selain itu hal terpenting yaitu budaya dan pola pikir masyarakat yang harus dibentuk dalam rangka menuju kehidupan yang lebih mandiri, inovatif, dan visioner, serta mengurangi pola hidup yang konsumtif tetapi lebih memprioritaskan menabung, dan berinvestasi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *