JAKARTA, SEDULANG – Pemerintah kembali menunjukkan respons positif terhadap upaya repatriasi warisan budaya milik Sri Sultan Hamengkubuwono (Sri Sultan HB) II. Setelah sebelumnya mendapat dukungan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI, kini dukungan juga diberikan lembaga lainnya.
Dukungan tersebut datang dari Direktorat Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), dengan menggelar Forum Diskusi Kelompok Terpumpun bersama dengan Trah Sri Sultan Hamengkubuwono II, pada 27-29 Maret 2024.
Forum itu kata Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbudristek, Judi Wahjudin bertujuan agar setiap kekayaan, atau aset Sri Sultan HB II yang diambil oleh kerajaan Inggris pada peristiwa Geger Sapehi 1812 dapat dijadikan sebagai benda cagar budaya bangsa. Untuk itu, pihaknya perlu memvalidasi data awal terkait aset, manuskrip, dan benda bersejarah lainnya milik Sri Sultan HB II.
“Kami membuat forum ini agar sesuai dengan standard operasional posedur (SOP) pengembalian benda budaya Indonesia yang berada Eropa, hususnya Inggris, yang mana akan melibatkan Kementerian Luar Negeri, Kemenkumham, Kemendikbudristek, Kemendagri, Kementerian Keuangan, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Kepolisian RI, dan Kementerian atau lembaga terkait bila diperlukan,” ujar Judi Wahjudin.
Untuk itu, diperlukan adanya Tim Kerja Warisan Budaya yang dibentuk Kemendikbudristek bersama Komisi X DPR RI, untuk pengembalian manuskrip milik Sultan HB II pada eristiwa Geger Sepehi 1812. Penunjukan Alwan Hadi selaku ketua Tim Kerja Warisan Budaya Kemendikbudristek pun memulai kerjanya.
Disebutkan Alwan Hadi, pihaknya siap melakukan upaya bersama dalam pengembalian (Repatriasi) aset dan manuskrip milik Sri Sultan HB II, karena sangat penting sebagai sumber sejarah yang dapat dipelajari oleh generasi masa depan bangsa.
“Kita harus persiapkan sarana dan prasarana yang dapat menunjang penyimpanan dan perawatan dokumen bersejarah tersebut, sekaligus memperkuat sumber daya manusianya dalam menterjemahkannya,” ujarnya.
“Sehingga, dapat diperoleh manfaat seluas- luasnya, dari benda-benda bersejarah dan manuskrip-manuskrip tersebut, karena ini jejak rekam intelektual pengetahuan leluhur Nusantara yang holistik, dari masa lalu untuk mengelola masa depan sekarang,” tegas Alwan. (*)